Sholawat badar merupakan salah satu sholawat yang didalamnya tersusun dari untaian kata-kata indah yang membawa kita untuk senantiasa bermahabah Mencintai Rasulillah.
Di dalamnya, selain berisi ungkapan sholawat ke atas Nabi, juga terdapat doa-doa yang dimohonkan kepada Allah Yang Maha Menjawab.
Beberapa doa di dalamnya menggunakan redaksi tawassul sebagaimana dibolehkannya berdoa dengan tawasul (bertawasul).
Tentu banyak manfaat, hikmah dan/atau faedah dari shalawat nabi yang satu ini. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda "Barangsiapa yang membaca shalawat kepadaku sekali, maka Allah akan memberikan balasan shalawat kepadanya sepuluh kali". (HR. Muslim). Dan masih banyak lagi keutamaan membaca sholawat nabi yang bisa kita peroleh
صَـلا َةُ اللهِ سَـلا َمُ اللهِ *** عَـلَى طـهَ رَسُـوْلِ اللهِ
صَـلا َةُ اللهِ سَـلا َمُ اللهِ *** عَـلَى يـس حَبِيْـبِ اللهِ
تَوَ سَـلْنَا بِـبِـسْـمِ اللّهِ *** وَبِالْـهَادِى رَسُـوْلِ اللهِ
وَ كُــلِّ مُجَـا هِـدِ لِلّهِ *** بِاَهْـلِ الْبَـدْ رِ يـَا اَللهُ
اِلهِـى سَـلِّـمِ اْلاُمـَّة *** مِـنَ اْلافـَاتِ وَالنِّـقْـمَةَ
وَمِنْ هَـمٍ وَمِنْ غُـمَّـةٍ *** بِاَ هْـلِ الْبَـدْ رِ يـَا اَللهُ
اِلهِى نَجِّـنَا وَاكْـشِـفْ *** جَـمِيْعَ اَذِ يـَّةٍ وَا صْرِفْ
مَـكَائـدَ الْعِـدَا وَالْطُـفْ *** بِاَ هْـلِ الْبَـدْ رِ يـَا اَللهُ
اِلهِـى نَـفِّـسِ الْـكُـرَبَا *** مِنَ الْعَـاصِيْـنَ وَالْعَطْـبَا
وَ كُـلِّ بـَلِـيَّـةٍ وَوَبـَا *** بِاَهْـلِ الْبَـدْ رِ يـَا اَللهُ
فَكَــمْ مِنْ رَحْمَةٍ حَصَلَتْ *** وَكَــمْ مِنْ ذِلَّـةٍ فَصَلَتْ
وَكَـمْ مِنْ نِعْمـَةٍ وَصَلَـتْ *** بِاَهْـلِ الْبَـدْ رِ يـَا اَللهُ
وَ كَـمْ اَغْـنَيْتَ ذَالْعُـمْرِ *** وَكَـمْ اَوْلَيْـتَ ذَاالْفَـقْـرِ
وَكَـمْ عَافَـيـْتَ ذِاالْـوِذْرِ *** بِاَ هْـلِ الْبَـدْ رِ يـَا اَللهُ
لَـقَدْ ضَاقَتْ عَلَى الْقَـلْـبِ *** جَمِـيْعُ اْلاَرْضِ مَعْ رَحْبِ
فَانْـجِ مِنَ الْبَلاَ الصَّعْـبِ *** بِاَهْـلِ الْبَـدْ رِ يـَا اَللهُ
ا َتَيـْنَا طَـالِـبِى الرِّفْـقِ *** وَجُـلِّ الْخَـيْرِ وَالسَّـعْدِ
فَوَ سِّـعْ مِنْحَـةَ اْلاَيـْدِىْ *** بِاَ هْـلِ الْبَـدْ رِ يـَا اَللهُ
فَـلاَ تَرْدُدْ مَـعَ الْخَـيـْبَةْ *** بَلِ اجْعَلْـنَاعَلَى الطَّيْبـَةْ
اَيـَا ذَاالْعِـزِّ وَالْهَـيـْبَةْ *** بِاَ هْـلِ الْبَـدْ رِ يـَا اَللهُ
وَ اِنْ تَرْدُدْ فَـمَنْ نَأْتـِىْ *** بِـنَيـْلِ جَمِيـْعِ حَاجَا تِى
اَيـَا جَـالِى الْمُـلِـمـَّاتِ *** بِاَ هْـلِ الْبَـدْ رِ يـَا اَللهُ
اِلهِـى اغْفِـرِ وَاَ كْرِ مْنَـا *** بِـنَيـْلِ مـَطَا لِبٍ مِنَّا
وَ دَفْـعِ مَسَـاءَةٍ عَـنَّا *** بِاَ هْـلِ الْبَـدْ رِ يـَا اَللهُ
اِلهِـى اَنـْتَ ذُوْ لُطْـفٍ *** وَذُوْ فَـضْلٍ وَذُوْ عَطْـفٍ
وَكَـمْ مِنْ كُـرْبـَةٍ تَنـْفِىْ *** بِاَ هْـلِ الْبَـدْ رِ يـَا اَللهُ
وَصَلِّ عَـلَى النـَّبِىِّ الْبَـرِّ *** بـِلاَ عَـدٍّ وَلاَ حَـصْـرِ
وَالِ سَـادَةٍ غُــــرِّ *** بِاَ هْـلِ الْبَـدْ رِ يـَا اَللهُ
sumber : blogkhususdoa.com
Arti dari Shalawat Badar atau Shalawat Badriyah : Rahmat dan keselamatan Allah, Semoga tetap untuk Nabi Thaaha utusan Allah,
Rahmat dan keselamatan Allah, Semoga tetap untuk Nabi Yasin kekasih Allah’
Kami berwasilah dengan berkah “Basmalah”, Dan dengan Nabi yang menuniukkan lagi utusan Allah,
Dan seluruh.orang yang beriuang .karena Allah, Sebab berkahnya sahabat ahli badar ya Allah.
Ya Allah, semoga Engkau menyelamatkan ummat, Dari bencana dan siksa,
Dan dari susah dan kesemPitan, Sebab berkahnya sahabat ahli bariar ya Allah’
Ya AIlah semoga Engkau selamatkan kami dari semua yang menyakitkan, Dan semoga Engkau (Allah) meniauhkan tipu dan daya musuh-musuh,
Dan semoga Engkau mengasihi kami, sebab berkahnya sahabat Ahli Badar Ya Allah.
Ya Allah, semoga Engkau menghilangkan beberapa kesusahan Dari orang-orang yang berma’siat dan semua kerusakan,
Dan semoga Engkau hitangkan semua bencana dan wabah penyakit’ Sebab berkahnya sahabat ahli Badar ya Allah
Maka sudah beberapa rahmat yang telah berhasil, Dan sudah beberapa dari kehinaan yang dihilangkan,
Dan sudah banyak dari ni’mgt yang telah sampai, Sebab berkahnya sahabal ahli Badar ya Allah’ Sudah berapa kati Engkau (Allah) memberi kekayaan orang yang makmur,
Dan berapa kati Engkau (Allah) memberi nikmat kepacla orang yang fakir,
Dan berapa kali Engkau (Allah) mengampuni orang yang berdosa, Sebab berkahnya sahabat ahli Badar ya Allah.
Sungguh hati manusia merasa sempit di atas tanah yang luas ini; karena banyakhya marabahaya yang mengerikan, Dan malapetaka yang menghancurkan,
semoga Allah menyelamatkan kami dari bencana yang mengerikan, Sebab berkahnya sahabat ahli Badar ya Allah.’
Kami datang dengan memohon pemberian/ pertolongan Dan memohon agungnya kebaikan dan keuntungan
Semoga Allah meluaskan anugerah (keni’matan) yang melimpah-limpah. Dari sebab berkahnya ahli Badar ya Allah.
Maka ianganlah Engkau (Allah) menolak kami menjadi rugi besar, Bahkan jadikanlah diri kami dapat beramal baik, dan selalu bersuka ria.
Wahai Dzat yang punya keagungan (kemenangan) dan Prabawa, Dengan sebab berkahnya sahabat ahli Badar ya Allah.
Jika Engkau (Allah) terpaksa menolak hamba, maka kepada siapakah kami akan datang mohon dengan mendapat semua hajat kami;
Wahai Dzat yang menghilangkan beberapa bencana dunia dan akhirat, hilangkan bencana-bencana hamba lantaran berkahnya sahabat ahli Badar ya Allah.
Ya Allah, semoga Engkau rnengampuni kami dan memuliakan diri kami, dengan mendapat hasil beberapa permahonan kami,
dan menolak keburukan-keburukan dari kami, Dengan mendapat berkahnya sahabat ahli Badar ya Allah.
Ya Allah, Engkaulah yang punya belas kasihan, dan punya keutamaan (anugerah) lagi kasih sayang, Sudah banyaklah kesusahan yang hilang, Dari sebab berkahnya sahabat ahli Badar ya Allah.
Dan semoga Engkau (Allah) melimpahkan rahmat kepada Nabi yang senantiasa berbakti kepada-Nya, dengan limpahan rahmat dan keselamatan yang tak terbilang dan tak terhitung,
Dan semoga tetap atas para keluarga Nabi dan para Sayyid yang bersinar nur cahayanya, sebab berkahnya sahabat ahli Badar ya Allah.
Anda tentu tak asing dan segera dapat mengenali bait-bait syair di atas. Selain di musala kampung pada malam jumat saya mendengar syair itu dilagukan dengan sangat memesona oleh pelantun shalawat ", Haddad Alwi, " di setasiun televisi dan oleh budayawan Emha Ainun Nadjib, di sela-sela ceramahnya.
Begitu nyaman di telinga dan kadang-kadang menghentak semangat, menggugah ghirah kecintaan terhadap Rasulullah Saw. Itulah Shalawat Badar, . Namun, yang mungkin tidak banyak kita tahu adalah, syair tersebut digubah oleh KH. Ali Manshur Shiddiq, ulama NU kharismatik yang lahir di Jember dan wafat di Maibit, Rengel, Tuban.
Putra Beliau Ahmad Syakir Ali (60) putera penggubah syair yang sangat terkenal itu, mengisahkan ” cerita dengan mengenang suatu malam di tahun 1996. Waktu itu ia sedang menghadiri Haul kakeknya, KH. Ahmad Shiddiq di Jember. Tiba-tiba saja, di tengah acara ia didekati oleh KH. Muchith Muzadi. Kiai sepuh yang juga berasal dari kota tuban itu mengatakan kepadanya, bahwa Gus Dur meminta beliau untuk menanyakan prihal Shalawat Badar. “Tentu saya jawab apa adanya. Jika hanya sekedar manuskrip tulisan tangan peninggalan orang tua saya punya, tapi jika ditanya tentang bukti-bukti otentik, ya maaf, saya tidak bisa memberikan itu,” katanya. Manuskrip itu ditulis dalam bahasa jawa dengan huruf Arab pegon, dan ditemukan dalam satu lembar halaman muka Kitab Hisnul Hasin sebagai semacam catatan pengingat tentang kejadian-kejadian penting. Isinya, sebuah catatan singkat ketika beliau sedang melantunkan shalawat badar untuk pertama kalinya, setelah kembali dari Makkah Al-Mukaromah, di hadapan Habib Ahmad Qusairi dan beberapa muridnya pada malam jumat. Ketika ditunjukkan kepada Kiai Muchith, beliau segera memanggil salah satu santrinya untuk membeli kitab yang sama. “Saya ingin tahu, mungkin syair itu dinukil dari salah satu bagian dalam kitab,” katanya, menirukan ucapan Kiai Muchith. “Tapi tentu saja tidak ketemu, karena memang tidak dinukil dari sana,” lanjutnya. Tiga tahun kemudian ia baru punya kesempatan untuk bertemu langsung dengan Gus Dur di Jakarta. Kepada Ketua Umum PBNU itu (kala itu tahun 1998) ia menyampaikan hal yang sama dengan yang ia sampaikan kepada Kiai Muchith. “Kenapa justu kamu yang ragu-ragu. Tanpa bukti-bukti pun saya sudah percaya. Saya sudah yakin.” Katanya, menirukan jawaban Gus Dur. Menurut Gus Dur, setelah membaca ribuan buku dan kitab dalam berbagai bahasa tidak ditemukan syair atau karangan bentuk apapun, dalam bahasa arab, yang gaya bahasa dan karakternya sama dengan Shalawat Badar. Lagi pula dalam shalawat badar jelas-jelas terdapat kata tawasul. Dan tradisi itu hanya dikenal luas di Jawa. “Itu jelas dikarang oleh orang jawa. Gaya bahasanya khas dan balaghah yang digunakan adalah balaghah jawa,” tutur Pak Syakir, menirukan penjelasan Gus Dur. Penanda Sejarah
Meskipun lahir di Gianyar, Bali, Pak Syakir tumbuh dan menjalani masa kanak-kanaknya di Banyuwangi, termasuk mengenyam pendidikan SRI di kota itu pada kisaran tahun 1965. “Itu adalah masa-masa yang mengerikan,” kenangnya. Bisa jadi basis kekuatan Partai Komunis Indonesia pada mulanya memang ada di kota Madiun, tapi pada tahun-tahun itu Banyuwangi menjadi salah satu kekuatan PKI yang tidak bisa diremehkan. Partisipan PKI ada di mana-mana dan menandingi sekaligus dua kekuatan besar lainnya (Nasionalis dan Agamis). “Bahkan, meski saya belajar di Sekolah Islam tapi kebanyakan guru saya adalah anggota PKI,” tuturnya. Karena itulah ketika pecah prahara 66 Banyuwangi menjadi salah satu kota yang paling rawan dan mencekam. Masing-masing kubu sama-sama kuat sehingga korban dari kedua pihak jatuh tak terelakkan. “Di dekat sekolah saya waktu itu ada bangunan rumah sakit yang menjadi salah satu rujukan korban jiwa. Beberapa kali dalam sehari kami mendengar suara ribut dari jalanan. Kami semua keluar dan menyaksikan orang-orang yang memanggul tandu berisi jenazah yang kadang-kadang tak lengkap dan jelas berlumuran darah,” kisahnya. Dan saya melihat kengerian itu di matanya.
Shalawat badar digubah pada masa-masa itu. Masa ketika kemanusiaan seperti tak punya nilai. Kesulitan hidup dan keputusasaan membawa banyak orang memilih bujukan utopis partai komunis. “Kalau dicermati benar-benar, kita akan menyadari bahwa beberapa bait dalam syair shalawat badar merujuk pada situasi sosial dan politik pada masa itu,” jelasnya. Meskipun begitu Pak Syakir menolak betul sebagian opini yang menyatakan bahwa shalawat badar digubah untuk menandingi kepopuleran lagu genjer-genjer yang menjadi tren waktu itu. Memang benar bahwa syair itu banyak dilagukan oleh barisan pemuda dalam upaya untuk menghalau kekerasan massa komunis. Tapi itu dilakukan semata untuk memompa semangat, karena memang syairnya kebetulan cocok untuk itu. “Shalawat badar dan Genjer-genjer tentu saja tidak bisa dibandingkan. Karena, bagaimanapun kandungan nilainya jauh berbeda,” terangnya. Lepas dari semua itu, Syair Shalawat badar, sebagaimana dikatakan oleh Gus Dur, adalah masterpiece yang menegaskan kejeniusan penggubahnya. Dan kita boleh berharap, kemudian akan lahir Kiai Ali Manshur-Kiai Ali Manshur lain di Negeri ini.
sumber : majalahlangitan.com Script
0 comments:
Posting Komentar
Terima Kasih Atas Komentar yang sekaligus sebagai Informasi dan Diskusi Kita , Bila Belum ada Jawaban Akan secepatnya ditindaklanjuti